Kemenkeu Dukung Usul Kemenkumham Soal Kenaikan Tarif PNBP

Batasaceh.com – Jakarta, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah mengusulkan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Kementerian Hukum dan HAM. Perubahan jenis dan tarif ini meliputi simplifikasi tarif, jenis tarif baru, penurunan tarif, perubahan nomenklatur, penghapusan tarif, dan penyesuaian tarif. Lalu apa pertimbangannya sehingga perlu dilakukan penyesuaian tarif PNBP?

Kepala Seksi Potensi, Penerimaan, dan Pengawasan K/L IID Kementerian Keuangan, Zaenal Mustopa Pauzi, mendukung usulan ini sebagai upaya peningkatan pelayanan dan optimalisasi potensi PNBP, mengingat teknologi yang kian berkembang cepat.

Menurut Zaenal setidaknya terdapat empat alasan utama mengapa perlu dilakukannya penyesuaian tarif PNBP pada layanan publik Kemenkumham. Alasan pertama yakni telah dilakukan upaya simplifikasi jenis dan tarif PNBP Kemenkumham.

“Upaya ini berupa dihapuskannya layanan yang diberikan secara manual karena seluruh layanan telah dilakukan secara online, serta simplifikasi layanan jasa tahunan pemeliharaan paten dan paten sederhana dengan menggabungkan tarif pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Kekayaan Intelektual,” kata Zaenal di Hotel Mercure Jakarta Gatot Subroto, Kamis (26/10/2023) siang.

Kemudian digabungkannya jenis layanan pada tarif yang sama dan dihapuskannya layanan yang tidak pernah ada realisasinya, sepanjang bukan merupakan amanah peraturan perundang-undangan, seperti misalnya pemberitahuan gadai saham perseroan terbatas pada Ditjen Administrasi Hukum Umum

Pegaturan jenis dan tarif PNBP pada layanan kesehatan warga binaan juga mengacu kepada peraturan kepala daerah setempat tentang tarif RSUD dengan tipe kelas yang sama, sehingga tidak diatur dalam lampiran revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP di Kementerian Hukum dan HAM. Kemudian juga dilakukan penyesuaian nomenklatur jenis layanan pada PNBP kegiatan pembinaan kemandirian warga binaan pemasyarakatan (WBP).

Kedua, lanjut Zaenal, terdapatnya perubahan format pengaturan jenis dan tarif PNBP pada pelayanan keimigrasian, yang semula dilatarbelakangi oleh nomenklatur jenis PNBP berdasarkan kebijakan, seperti halnya visa kunjungan dalam rangka wisata, prainvestasi, rumah kedua, dll. Sehingga ketika ada kebijakan baru tidak bisa diakomodir karena jenisnya tidak ada.

“Usulan saat ini, nomenklatur jenis berdasarkan produk keimigrasian dibuat agar lebih fleksibel dalam implementasinya. Misalnya visa dan izin tinggal sesuai waktu, seperti visa kunjungan paling lama 7, 14, 30, 60, 90, atau 180 hari. Ketentuan teknis mengenai jenis layanan ini nantinya dapat digunakan oleh siapa saja dan akan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,” ucapnya.

“Alasan berikutnya adalah terdapatnya beberapa usulan jenis dan tarif baru dalam revisi PP Nomor 28 Tahun 2019 untuk mengakomodir kebutuhan pengguna layanan atau amanat peraturan perundang-undangan terkait. Contohnya adalah paspor dengan masa berlaku 10 tahun, serta short term visa dengan 7 atau 14 hari,” jelasnya dalam kegiatan Uji Publik Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas jenis PNBP pada Kementerian Hukum dan HAM.

Terakhir, revisi PP Nomor 28 Tahun 2019 juga mengatur kembali jenis dan tarif PNBP yang telah diatur dalam beberapa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Kebutuhan Mendesak, yaitu PMK Nomor 49 Tahun 2021, PMK Nomor 67 Tahun 2021, PMK Nomor 9 Tahun 2022, PMK Nomor 101 Tahun 2022, dan PMK Nomor 82 Tahun 2023. (Tedy, foto: Zeqi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *