Batasaceh.com— PT. Bapco mengeluarkan klarifikasi resmi menanggapi berbagai pemberitaan dan tuduhan yang berkembang terkait lahan Blok D17 di Desa Alue Lhok, Kecamatan Paya Bakong, serta berbagai tudingan dari oknum masyarakat penggarap dan pengurus SPKS.
Estate Manager PT Bapco, Adi Santoso,atau yg akrab di sapa Adson menegaskan bahwa lahan HGU milik PT. Bapco tidak pernah berada dalam kondisi terlantar. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan dokumen HGU aktif dan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan hingga kini.
Konflik penguasaan lahan oleh oknum masyarakat penggarap diklaim bermula dari situasi tdk kondusif yang terjadi akibat konflik berkepanjangan sejak 1997 hingga 2006.
“Ketika Blok D17 akan kembali dikelola, justru muncul intimidasi dan ancaman dari oknum penggarap,” demikian isi pernyataan dari Adson. Perusahaan juga menyayangkan penyebaran informasi sepihak yang menyesatkan dan mengajak media untuk menyajikan berita secara berimbang.
PT. Bapco juga telah melakukan upaya penyelesaian hukum dan mediasi sejak tahun 2006, namun belum membuahkan hasil hingga kini.
Bahkan, pengurus SPKS, Abu Bakar AR, diminta untuk tidak menyampaikan pernyataan tanpa dasar hukum yang sah dan diminta bersikap objektif dalam menanggapi laporan masyarakat.
Selain itu, Abu Bakar AR mengaitkan konflik ini dengan program Asta Cita Prabowo–Gibran terkait ketahanan pangan. Menanggapi hal tersebut, PT. Bapco mempertanyakan legalitas penggarapan lahan HGU oleh masyarakat dengan mengatasnamakan program pemerintah.
Perusahaan mengingatkan bahwa delapan program Asta Cita tidak dapat dijadikan pembenaran atas tindakan mengambil alih lahan secara ilegal.
**Tanggapan Soal Plasma dan Nasib Karyawan**
Terkait tudingan ketidaksanggupan membangun kebun plasma, PT. Bapco menyatakan bahwa sesuai UU No. 2 tahun 2014, mereka tidak diwajibkan membangun plasma karena HGU diterbitkan tahun 2009. Meski demikian, perusahaan berkomitmen merealisasikan plasma pada perpanjangan HGU berikutnya.
Perusahaan juga menyoroti dampak konflik terhadap operasional dan keberlangsungan 300-an karyawan yang sebagian besar adalah warga lokal. “Bagaimana tanggung jawab SPKS jika ratusan keluarga kehilangan mata pencaharian akibat penghentian kegiatan perusahaan?” tanya pihak Bapco.
**Tanggapan atas Tuduhan dan Keterlibatan Aparat**
Dalam klarifikasi atas tudingan yang dimuat oleh JMN Post, PT. Bapco membantah keras tuduhan bahwa somasi kepada oknum penggarap adalah bentuk kriminalisasi. Somasi tersebut merupakan bagian dari langkah hukum setelah mediasi tak berhasil.
Perusahaan juga membantah adanya penangkapan ternak secara semena-mena. Menurut mereka, hewan ternak justru di kembangbiakan secara brutal oleh oknum pengusaha yang mengatasnamakan masyarakat, yang mengalihfungsikan lahan perkebunan menjadi peternakan pribadi, merusak tanaman secara signifikan dan kerugian yg sangat besar bagi perusahaan.
PT. Bapco menyatakan bahwa kehadiran aparat TNI dan POLRI di wilayah perkebunan adalah prosedur legal yang bertujuan menjaga keamanan aset perusahaan dari pencurian dan premanisme.
Terkait isu lain seperti jabatan rangkap oleh seorang anggota Koramil, perusahaan meminta konfirmasi langsung kepada Komandan Rayon Militer Paya Bakong.