DaerahHukum

Kejari Aceh Utara Kembali Limpahkan Surat Dakwaan Kasus Korupsi Monumen Samudera ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh

2
×

Kejari Aceh Utara Kembali Limpahkan Surat Dakwaan Kasus Korupsi Monumen Samudera ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh

Sebarkan artikel ini
Foto:Iatimewa
Foto:Iatimewa

Batasaceh.com- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh telah mengabulkan keberatan atau eksepsi dari terdakwa dugaan korupsi Monumen Samudera Pasai di Kabupaten Aceh Utara, sehingga gugatan dari Jaksa Panuntut Umum kandas dan semua terdakwa dibebaskan dari tahanan.

Pembacaan Putusan Sela oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri/Tipikor Banda Aceh tersebut dipimpin langsung oleh Majelis Hakim R. Hendral, selaku Ketua majelis, Sadri dan R Deddy Haryanto, masing-masing selaku hakim anggota dan Saiful Bahri selaku panitera pengganti pada Senin 5 Juni 2023.

Kasi Intelijen Kejari Aceh Utara, Arif Kadarman mengatakan setelah membacakan penetapan hakim, Majelis Hakim selanjutnya membacakan putusan sela atas eksepsi dari penasihat hukum terhadap surat dakwaan penuntut umum. yang mana putusan tersebut dibacakan pada pokok-pokoknya saja yaitu langsung pada pertimbangan majelis hakim mengenai eksepsi penasihat hukum terdakwa atas dakwaan penuntut umum.

Adapun pokok-pokon bacaan itu, pertama, eksepsi penasihat hukum terdakwa tentang dakwaan JPU harus dibatalkan atau batal demi hukum, dengan alasan dakwaan disusun tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 25/PUU-XIV/2016 tanggal 27 Januari 2017 yang menghapus frasa “dapat” dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 tahun 2001.

Arif menerangkan dalam dakwaan menyebutkan kerugian negara adalah total loss masih bersifat potensial loss bukan actual loss (kerugian negara yang belum pasti), atas eksepsi tersebut pertimbangan Majelis hakim adalah menolak eksepsi penasihat hukum terdakwa tersebut dengan alasan dalam praktek peradilan kerugian total loss ataupun potensial loss masih diterima Majelis hakim untuk melakukan pemeriksaan perkaranya.

Kedua, eksepsi penasihat hukum terdakwa tentang dakwaan JPU demi hukum karena memperhitungkan kerugian keuangan Negara tidak berdasarkan lembaga yang telah diberikan wewenang oleh Undang-Undang seperti BPK ataupun BPKP. Jadi atas eksepsi tersebut pertimbangan Majelis hakim adalah menolak eksepsi penasihat hukum terdakwa dengan alasan pertimbangan putusan Mahkamah konstitusi Nomor 31/PUU/2012 tanggal 23 Oktober 2012 dan Surat Jaksa Agung Nomor :B-22/A/SUJA/02/2021 tanggal 3 Februari 2021.

Pada pokoknya menyebutkan audit kerugian negara dapat juga dilakukan oleh audit akuntan publik yang ditunjuk atau setidaknya dapat juga di luar instansi BPK RI serta dalam praktek peradilan akuntan publik telah diakui dan diterima sebagai ahli yang menghitung kerugian keuangan Negara.

Baca Juga :  Geuchik Ampeh Dukung Pembongkaran Lapak di Area PT Pema Global Energi

Ketiga, eksepsi penasihat hukum terdakwa tentang dakwaan JPU batal demi hukum karena perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Muhammad Ansar yang menghitung kerugian negara total loss sebesar Rp.44.776.229.174. “jika dikaitkan dengan pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU No.31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,”katanya.

Dengan demikian, majelis hakim berpendapat bahwa dakwaan tidak jelas karena tidak menguraikan pihak-pihak yang bertanggungjawab terkait dengan pengembalian kerugian keuangan Negara, mengingat kerugian negara total loss yang telah menghitung biaya yang dikeluarkan berdasarkan SP2D dari pekerjaan konstruksi dan pekerjaan konsultansi.
Namun para terdakwa yang dihadirkan di persidangan hanya T. Maimun dan T. Reza Felanda selaku kontraktor dan Ir. Poniem selaku konsultan pengawas taun 2012 dan 2013 serta konsultan perencana Tahun 2013.

Arif menyebutkan sedangkan pihak lainnya yang seharusnya dibebani pengembalian kerugian keuangan negara belum dijadikan tersangka/terdakwa. Oleh karenanya Majelis hakim menerima eksepsi penasihat hukum terdakwa dan menyatakan dakwaan penuntut umum diuraikan secara tidak cermat dan tidak jelas pada uraian perbuatan materiilnya yang mengakibatkan dakwaan menjadi batal demi hukum.

“Majelis Hakim membacakan putusan sela perkara aquo memutuskan sebagai berikut Mengabulkan eksepsi dari penasihat hukum Terdakwa, Menyatakan dakwaan penuntut umum batal demi hukum, membebaskan terdakwa dari tahanan dan membebankan biaya kepada Negara,”ujarnya.
Arif menyebutkan didalam Persidangan munculnya kecenderung kontradiktif/saling bertentangan bahwa antara penetapan hakim dengan putusan sela yang sama-sama dibacakan pada tanggal 5 Juni 2023 tersebut cenderung kontradiktif/saling bertentangan, Pada awal sidang Majelis hakim membacakan penetapan pengalihan tahanan terdakwa dari Rutan menjadi tahanan kota.

Namun dalam putusan selanya membebaskan terdakwa dari tahanan, serta pertimbangan majelis hakim yang menyatakan dakwaan batal demi hukum tersebut sudah memasuki pemeriksaan pokok perkara dan bukan merupakan ruang lingkup eksepsi sebagaimana yang diatur dalam pasal 143 ayat (2) KUHAP, namun memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XX/2022 .

Baca Juga :  Geuchik Ampeh Dukung Pembongkaran Lapak di Area PT Pema Global Energi

Pada pokoknya menyatakan “terhadap surat dakwaan penuntut umum yang telah dinyatakan batal atau batal demi hukum oleh hakim dapat diperbaiki dan diajukan kembali dalam persidangan sebanyak 1 (satu) kali, dan apabila masih diajukan keberatan oleh Terdakwa/Penasihat hukum, hakim langsung memeriksa, mempertimbangkan, dan memutusnya bersama-sama dengan materi pokok perkara dalam putusan akhir,”

Menurut Arif, bahwa objek putusan sela majelis hakim terkait dengan Kerugian Keuangan Negara dan Pembebanan Uang Pengganti yang tidak jelas bukan termasuk dalam materi Eksepsi sebagaimana diatur dalan Pasal 143 KUHAP melainkan sudah masuk dalam pokok perkara yang justru harus dibuktikan dalam sidang pokok perkara dan nantinya akan disampaikan dalam surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

“Terdakwa T. Maimun bersama terdakwa lainnya adalah sebagai Dader atau pelaku-pelaku intelektual yang menyebabkan terjadinya Kerugian Keuangan Negara sehingga Para Terdakwa akan dimintakan pertanggung jawaban pidana dan Pembayaran Uang Pengganti secara Kolektif Kolegial dan akan kami buktikan sebagaimana dalam surat dakwaan JPU dalam persidangan pemeriksaan pokok perkara,”katanya.
Arif mengatakan terdakwa T. Maimun, dkk adalah Dader / Pelaku Intelektual yang melakukan perbuatan penyimpangan korupsi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara yg menyebabkan berubahnya desain monumen dengan mengurangi volume dan kwalitas konstruksi hingga 50% dari bestek yang telah ditetapkan hal ini bertentangan dengan perpres 54 tahun 2010 dan UU Konstruksi.

JPU berkeyakinan bahwa telah terjadi Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilakukan oleh Terdakwa T. Maimun, dkk dalam perkara ini karena penyidik telah menemukan bukti adanya mark up pembayaran pekerjaan dari nilai RAB yang dibuat dan disetujui/ditetapkan oleh terdakwa-terdakwa sebesar Rp 36.9 milyar hingga bangunan monumen selesai dan fungsional sedangkan pada bukti SP2D uang yang dibayarkan bendahara dalam Pembangunan Proyek Monumen Islam Samudera Pasai tersebut mencapai lebih Rp 50 milyar, yang akan JPU dalam buktikan dipersidangan pokok perkara,”katanya.

“Sehingga berdasarkan hal-hal tersebut JPU akan melimpahkan kembali Surat Dakwaan kami ke pengadilan Tipikor Banda Aceh untuk diperiksa dalam pokok perkara hingga Putusan Akhir sebagaimana diatur dalam SEMA Nomor 28 tahun 2022,”pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *