News

Gali Khazanah Intelektual Dan Belajar Bersama Di Museum Ace

1
×

Gali Khazanah Intelektual Dan Belajar Bersama Di Museum Ace

Sebarkan artikel ini
Museum Aceh berkolaborasi dengan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry dalam rangka PELITA ke IV 2023 menggelar belajar bersama di Museum, Selasa 10 Mei 2023 di Aula Museum Aceh kota Banda Aceh.

Batasaceh.com – Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh melalui Kepala UPTD Museum Aceh Mudha Farsyah dalam sambutannya menyebutkan tugas museum bukan hanya menyimpan benda koleksi, melainkan menyebar luaskan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat.

“Dengan mengusung tema “Mengulik Koleksi Museum Aceh” untuk menstimulasi generasi muda dalam menggali Kembali khazanah intelektual masa lalu, mahasiswa bisa meneliti dan melihat barang yang ada di museum ini sangat memiliki nilai yang tinggi syarat akan sejarah,” ungkap Mudha

Baca Juga :  Pj Gubernur Safrizal Pimpin Apel Gelar Pasukan Operasi Lilin Seulawah 2024 di Aceh

Mudha menyebutkan untuk saat ini museum Aceh memiliki 5.328 koleksi benda budaya dari berbagai jenis dan 12.445 buku dari berbagai judul yang berisi aneka macam ilmu pengetahuan.

“Museum Aceh juga sudah go digital dan bisa dilihat melalu website museum Aceh, didalamnya ada koleksi daring yang bisa dilihat yang kemudian terbagi lagi ke dalam 10 jenis, diantaranya geologika, biologika, etnografika dan lain sebagainya yang bisa di akses kapan pun,” ujar Mudha.

Senada dalam kesempatan tersebut, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry, Syarifudin menyampaikan, Museum harus dipahami sebagai pusat peradaban, dikarenakan Aceh terpilih sebagai pusat perdaban di Asia Tenggara.

Baca Juga :  Pj Gubernur Safrizal Pimpin Apel Gelar Pasukan Operasi Lilin Seulawah 2024 di Aceh

“Aceh juga dikenal sebagai tempat studi Islam tertua di Asia Tenggara hingga Melayu dapat dilihat melalui naskah yang ada di museum,” jelas Syarifudin didepan 114 peserta yang berasal dari fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry.

Menurutnya, secara geografis Aceh  terletak pada posisi yang sangat penting, menjadi wilayah maritim yang memiliki pelabuhan sehingga masyarakat disekitarnya open minded kepada masyarakat luar.

“Saya berharap mahasiswa bersama dengan museum Aceh harus berani menggagaskan kembali bagaimana situs sejarah yang ada di sini melalui digitalisasi karena saya yakin Disbudpar Aceh sangat respons terhadap hal ini,” harap Syarifuddin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *